Minggu, 3 Februari 2013 | 16:03 WIB
TERKAIT:
KUALA LUMPUR, KOMPAS.com — Aparat Badan Narkotika Nasional (BNN) menemukan ladang pohonkhat yang merupakan bahan baku pembuatan katinon atau katonina, narkotika golongan I, di Cisarua, Jawa Barat.
"Anggota kami bekerja sama dengan Polda Jabar telah menemukan ladang pohon khat di Cisarua seluas 2-3 hektar," ungkap Deputi Pemberantasan BNN Irjen Benny Mamoto pada acara Sosialisasi Pencegahan, Pemberantasan dan Penyalahgunaan,
Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) di hadapan masyarakat Indonesia di Kuala Lumpur, Sabtu (2/2/2013).
Ia mengatakan, tanaman tersebut dijual dengan harga bervariasi. Satu bungkus sekitar Rp 200.000 sampai Rp 300.000, sedangkan untuk bibit bisa mencapai Rp 500.000.
Menurut dia, tanaman tersebut dibawa dari Yaman dan telah tumbuh di ladang di Cisarua itu sejak 2005, bahkan telah ditanam oleh sejumlah petani di sana sehingga menjadi salah satu penghasilan mereka.
Ia mengatakan, para petani meminta ganti rugi ketika pihak BNN meminta mereka untuk memberikan tanaman tersebut. Terkait dengan itu, Benny mengatakan, pihaknya melakukan penyuluhan kepada para petani bahwa pohon tersebut merupakan salah satu jenis tanaman terlarang.
Benny menjelaskan, tanaman khat ada dua jenis, yaitu jenis berwarna merah dan hijau. Daun dari tanaman ini bisa dikonsumsi langsung seperti orang memakan daun sirih.
Sementara itu, Staf Ahli Kimia Farmasi BNN, Mufti Djusnir, mengatakan, efek samping menggunakan katinon lebih berbahaya dari sabu ataupun ekstasi sehingga peredarannya perlu diwaspadai.
"Efek samping menggunakan katinon lebih dahsyat dari sabu maupun ekstasi yang struktur dasarnya adalah MDMA, yakni 3,4 methylene dioxy metacathinone," kata Mufti.
Cathinone (S-alpha-aminopropophenone) adalah nama bahan aktif berwujud kristal yang bisa diekstrak dari tumbuhan asli Afrika yang bernama Latin Catha forskalii, Catha glauca, Celestrus edulis, danMethyscophyllum glaucum. Tumbuhan ini memiliki banyak nama lokal, di antaranya menggambarkan asal kata dari mana nama Latinnya dibuat, yaitu cat, catha, ciat, khat, kaad, dan kafta.
Katinon sebenarnya bukan barang baru dan jauh lebih awal ditemukan oleh ahli di Eropa. Namun karena bahaya dari golongan katinon lebih besar, orang beralih dan keluarlah zat baru amphetaminederivatif.
"Jadi kalau katinon dari alam kemudian diisolasi, misalnya kita lihat kalau disubstitusi senyawa dasar katinon itu gugusnya dengan gugus metil, maka katinon berubah menjadi metkatinon," kata Mufti.
Bahaya dari mengonsumsi zat tersebut adalah mengalami psikoaktif. Selain itu, siapa pun yang menggunakannya tanpa takaran jelas akan mengakibatkan overdosis sehingga kejang, keram, dan berakhir dengan kematian.
Sebelumnya, Raffi Ahmad dan sejumlah rekannya dijadikan tersangka setelah terbukti mengonsumsimethylone yang merupakan turunan dari katinon. BNN sempat lama memutuskan status zat tersebut karena belum diatur dalam Undang-Undang Narkotika.
"Anggota kami bekerja sama dengan Polda Jabar telah menemukan ladang pohon khat di Cisarua seluas 2-3 hektar," ungkap Deputi Pemberantasan BNN Irjen Benny Mamoto pada acara Sosialisasi Pencegahan, Pemberantasan dan Penyalahgunaan,
Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) di hadapan masyarakat Indonesia di Kuala Lumpur, Sabtu (2/2/2013).
Ia mengatakan, tanaman tersebut dijual dengan harga bervariasi. Satu bungkus sekitar Rp 200.000 sampai Rp 300.000, sedangkan untuk bibit bisa mencapai Rp 500.000.
Menurut dia, tanaman tersebut dibawa dari Yaman dan telah tumbuh di ladang di Cisarua itu sejak 2005, bahkan telah ditanam oleh sejumlah petani di sana sehingga menjadi salah satu penghasilan mereka.
Ia mengatakan, para petani meminta ganti rugi ketika pihak BNN meminta mereka untuk memberikan tanaman tersebut. Terkait dengan itu, Benny mengatakan, pihaknya melakukan penyuluhan kepada para petani bahwa pohon tersebut merupakan salah satu jenis tanaman terlarang.
Benny menjelaskan, tanaman khat ada dua jenis, yaitu jenis berwarna merah dan hijau. Daun dari tanaman ini bisa dikonsumsi langsung seperti orang memakan daun sirih.
Sementara itu, Staf Ahli Kimia Farmasi BNN, Mufti Djusnir, mengatakan, efek samping menggunakan katinon lebih berbahaya dari sabu ataupun ekstasi sehingga peredarannya perlu diwaspadai.
"Efek samping menggunakan katinon lebih dahsyat dari sabu maupun ekstasi yang struktur dasarnya adalah MDMA, yakni 3,4 methylene dioxy metacathinone," kata Mufti.
Cathinone (S-alpha-aminopropophenone) adalah nama bahan aktif berwujud kristal yang bisa diekstrak dari tumbuhan asli Afrika yang bernama Latin Catha forskalii, Catha glauca, Celestrus edulis, danMethyscophyllum glaucum. Tumbuhan ini memiliki banyak nama lokal, di antaranya menggambarkan asal kata dari mana nama Latinnya dibuat, yaitu cat, catha, ciat, khat, kaad, dan kafta.
Katinon sebenarnya bukan barang baru dan jauh lebih awal ditemukan oleh ahli di Eropa. Namun karena bahaya dari golongan katinon lebih besar, orang beralih dan keluarlah zat baru amphetaminederivatif.
"Jadi kalau katinon dari alam kemudian diisolasi, misalnya kita lihat kalau disubstitusi senyawa dasar katinon itu gugusnya dengan gugus metil, maka katinon berubah menjadi metkatinon," kata Mufti.
Bahaya dari mengonsumsi zat tersebut adalah mengalami psikoaktif. Selain itu, siapa pun yang menggunakannya tanpa takaran jelas akan mengakibatkan overdosis sehingga kejang, keram, dan berakhir dengan kematian.
Sebelumnya, Raffi Ahmad dan sejumlah rekannya dijadikan tersangka setelah terbukti mengonsumsimethylone yang merupakan turunan dari katinon. BNN sempat lama memutuskan status zat tersebut karena belum diatur dalam Undang-Undang Narkotika.
Sumber :
ANT
Editor :
Tri Wahono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar